GUE JABAR || Bandung – Merespon Surat Keputusan Bersama (SKB) Tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol, dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam
Menanggapi terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) Tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol, dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam yang ditandatangani oleh 6 Pejabat Teringgi Kementerian dan Lembaga Negara, yaitu : Menteri Dalam Negeri, Bapak Prof. Jenderal Polisi (Purn.) H. M. Tito Karnavian, Ph.D.; Menteri Hukum dan HAM, Bapak Prof. Yasonna H. Laoly, SH., M.Sc., Ph.D; Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, SE.; Jaksa Agung, Dr. H. ST Burhanuddin, SH., MH.; dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Bapak Jenderal Polisi, Drs. Idham Azis, M.Si. Achyar Al Rasyid selaku Kandidat Ph.D., Tianjin University, Tiongkok menyatakan dukungan dan apresiasinya. Menurut Achyar, Pemerintah sudah tepat mengeluarkan SKB ini sebagai wujud menjalankan wewenang negara dalam mengatur hak dan kebebasan berkumpul dan berserikat.
“Harus sama-sama kita lihat bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi no. 82 PUU XI 2013 menyebutkan bahwa menurut UUD 1945 dalam menjalankan prinsip hak kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana yang diatur dalam pasal 28 UUD 1945, bukan berarti hak tersebut tidak terbatas. Kebebasan tersebut dibatasi oleh tanggung jawab dan kewajiban dalam hubungan dengan orang lain, masyarakat, bangsa, dan negara. Konstitusi memberikan otoritas kepada negara untuk mengaturnya.
Pemerintah selaku pelaksana kekuasaan negara memiliki kewenangan untuk membatasi dan atau bahkan membubarkan suatu organisasi kemasyarakatan yang dalam melaksanakan hak kebebasan berkumpul dan berserikatnya tersebut tidak menghormati hak dan kebebasan orang lain serta tidak sesuai dengan pertimbangan moral dan nilai-nilai agama, serta mengganggu keamanan dan ketertibat umum”, ujar pemuda yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Badan Koordinasi (BADKO) HMI Jawa Barat periode 2016-2018 ini.
Selain itu Achyar juga menambahkan bahwa tindakan yang diambil pemerintah ini juga sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang no. 16 / 2017 tentang ORMAS.
“Tidak mungkin pemerintah tidak memiliki evidences (bukti-bukti) mengenai FPI. Pasti berdasarkan hasil kejadian dilapangan, baik secara realita aktivitas kegiatan, maupun secara tinjauan empiris yang organisasi tersebut lakukan. Seacara garis besar seperti yang MENKOPOLHUKAM, Bapak Prof. Dr. Mahfud MD sampaikan saat konferensi pers, ada tindakan sweeping, provokasi, maupun soal-soal terorisme.
Sehingga kesemuanya ini jelas melanggar undang-undang dan aturan hukum yang berlaku, terlebih pemerintah perlu melindungi hak-hak warga negara lain yang sudah atau berpotensi terganggu, maka pemerintah sudah tepat meneribtkan SKB ini.”, tambah Achyar yang pernah menjabat juga sebagai Ketua Umum HMI Cabang Bandung 2014-2015 dan saat ini juga sebagai Pengurus Pondok Pesantren Darul Hidayah, Kota Bandung.
Maka dari itu Achyar menjelaskan, bahwa pembubaran FPI ini bukan soal pemerintah anti Islam, tapi soal Pemerintah sebagai pelaksana kekuasaan negara menjalankan wewenangnya menjalankan Undang-Undang dan aturan hukum berlaku dengan membubarkan ORMAS yang dalam melaksanakan hak kebebasan berkumpul dan berserikatnya tidak menghormati hak dan kebebasan orang lain, juga mengganggu keamanan dan ketertiban umum. (Red)